Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Teruntuk ayah yang aku panggil
dengan sebutan “Papa”.
Selamat malam, Pa! Bagaimana
kabar Papa? Pasti baik :)
Selamat Hari Ayah, ya, Pa!
Selamat harinya Papa, selamat harinya pria terhebat dalam hidupku. Hal yang
ingin aku ucapkan terlebih dahulu: aku rindu Papa, rindu sekali, teramat rindu.
Papa sedang apa di sana? Apa Papa juga merindukanku? Kapan kita bisa bertemu,
Pa?
Anakmu yang manja ini sedang
senang-senangnya menulis. Jadi, anak semata wayangmu ini menulis surat ini untuk
Papa. Surat ini aku tulis sambil mendengarkan instrumen lagu kesukaanku, lho. Lagu
yang selalu mengingatkan masa kecilku, Pa. Dulu Papa selalu tampil khas dengan
perhatian yang tidak terlalu tampak, tapi selalu sukses menyentuh hatiku.
Mungkin setiap ayah di dunia begitu. Cuek tapi perhatian, dengan cara mereka
sendiri. Juga papa.
Perhatian Papa sungguh sederhana.
Mengajariku mengendarai sepeda, mengajariku berenang, mengajariku membaca komik
dan menonton kartun, membenarkan aku menghitung matematika, lalu.... Ah, banyak
sekali perhatian sederhanamu, Pa. Semua pemberian Papa istimewa sekali bagiku,
karena Papa yang pertama menjadi pria teromantis di duniaku.
Pa, sekarang aku sudah akan
dewasa. Aku tidak akan sebesar ini jika tanpa bantuan Papa. Aku tidak akan jadi
apa-apa seperti sekarang, kalau Papa tidak mengajariku banyak hal. Sekarang,
Papa jangan lelah-lelah, ya. Sebab aku akan berusaha, Pa. Berusaha menjadi anak
yang Papa banggakan. Aku akan berjuang untuk meraih cita-citaku, Pa.
Pa, Papa sangat beruntung, Papa
dicintai oleh malaikat dunia yang juga sangat spesial untukku: Mama. Aku yakin
Mama juga sangat merindukan Papa. Sangat, Pa. Tapi Mama jauh lebih tegar dari
aku. Mama tidak menunjukkan kesepian dan kesendiriannya. Mama tetap bersemangat
untuk membahagiakan aku, seperti Papa membahagiakanku. Aku sangat beruntung
memiliki ibu dan ayah seperti Mama dan Papa. Alhamdulillah.
Papa, bagaimana aku mengucapkan
terima kasih yang teramat sangat padamu?
Jiwamu masih terasa ada, Pa.
Seolah menyemangatiku dan menguatkan Mama. Walau di rumah yang berbeda, kami
masih menggantungkan bingkai dengan foto Papa di dinding. Foto hitam putih Papa
yang masih terlihat amat sehat. Aku senang melihat senyum Papa di foto itu.
Lagi-lagi, Papa pria pertama yang tertampan di duniaku.
Pa, sebenarnya aku tidak kuat
mengetik surat ini. Aku benar-benar merindukan Papa. Air mataku tiba-tiba keluar mengalir. Maaf, ya, Pa, aku masih cengeng sampai sekarang.
Aku sangat jarang pergi ke laut,
Pa. Maka maafkan aku yang tidak tahu bagaimana cara bertemu Papa. Aku tidak
bisa membawakan bunga untuk Papa. Tapi do’aku mudah-mudahan bisa menjadi
penawar rindu antara aku dan Papa. Semoga do’aku memberi bahagia dan ketenangan
untuk Papa. Semoga Tuhan selalu mendengar setiap do’a untuk Papa.
Aku sangat mencintaimu, Papa. Aku
sangat merindukanmu. Papa baik-baik, ya, Pa.
Semoga surat ini sampai ke surga.
Salam manis dari anak pertama dan
terakhirmu,
Sandra
Tidak ada komentar :
Posting Komentar