Sabtu, 08 Februari 2014

Putri Penguin dan Pangeran Berang-Berang





Suatu hari di negeri antah berantah, hiduplah seorang putri yang cantik jelita. Setiap sore sang putri selalu ke taman istana untuk memetik bunga Asoka dan menjadikannya bahan untuk bermain masak-masakan. Di sisi lain, ada seorang pangeran dari kota sebelah yang hobi menunggangi kuda supaya baik jalannya untuk berkeliling-keliling kota hendak melihat-lihat keramaian yang ada. Suatu hari sang pangeran mengunjungi sebuah istana dan melihat sang putri yang sedang asyik bermain sendirian. Sang pangeran merasa senang melihat sang putri. Sang pangeran akhirnya mengunjungi istana sang putri setiap hari dan memandangi sang putri dari jarak jauh.
Suatu ketika sang pangeran tidak melihat keberadaan sang putri di taman istana. “Mungkin dia sedang bosan bermain masak-masakan,” ujar sang pangeran sambil berbalik pulang. Keesokan harinya, sang pangeran kembali ke istana sang putri, namun sang putri pun tak kunjung ada. Berhari-hari sang pangeran tetap mengunjungi taman istana sang putri, namun ia tidak menemukan sang putri. Sang pangeran yang penasaran pun akhirnya memberanikan diri untuk masuk ke dalam istana dan bertemu dengan sang raja.
“Wahai Baginda Raja, saya pangeran dari kota sebelah. Saya perhatikan, putri istana tidak kunjung bermain di taman seperti biasanya. Ada apa gerangan, Baginda?” tanya sang pangeran dengan posisi badan yang agak membungkuk.
“Anakku sedang sakit. Ia tidak sadarkan diri beberapa hari setelah memakan semangka merah yang diberikan oleh seorang nenek. Sepertinya nenek itu adalah seorang penyihir yang ingin melukai anakku.”
“Bagaimana bisa sebuah semangka membuat sang putri tidak sadarkan diri, Baginda?”
“Sepertinya anakku tersedak biji semangka. Saat itu ia memakan 1 buah semangka lahap demi lahap. Setelah itu anakku tidak sadarkan diri.”
“Apakah ada ramuan atau obat yang bisa menyembuhkan sang putri, Baginda?”
“Ada. Tabib yang pernah datang memeriksa anakku menyebutkan nama bunga yang dapat dijadikan sebagai obat. Nama bunga itu adalah Dandelion. Tapi belum ada yang berani mengambil bunga tersebut karena bunga tersebut hanya ada di hutan Suramadu, yang menghubungkan Surabaya dan Madura planet ini dengan planet Mars. Apakah kau bersedia jika aku memintamu untuk mengambilkan bunga itu?”
“Aku bersedia, Baginda Raja. Aku akan kembali dan membawakan bunga Dandelion untuk sang putri,” kata sang pangeran dengan tegas.
Lalu pangeran pun langsung menuju hutan Suramadu dengan menunggangi kuda kesayangannya. Ia membawa bekal setoples coklat ChaCha seperti di film Sherina. Setelah sampai di depan hutan, sang pangeran turun dari kuda dan mengeluarkan smarphone Android-nya. Ia membuka aplikasi Google Maps agar tidak tersesat.
Sang pangeran yang melihat keadaan hutan yang sangat gelap pun diam sejenak dan berpikir. Di dekatnya ada sebuah batang korek api, lilin, dan obor. Pangeran berpikir mana yang akan pertama kali ia pilih. Kemudian pangeran pun memilih batang korek api, karena jika tidak, ia tidak dapat menyalakan lilin ataupun obor. Namun ia baru saja ingat, smartphone-nya dapat digunakan menjadi senter apabila flash-nya dinyalakan. Akhirnya pangeran tidak jadi mengambil batang korek api, lilin, maupun obor. Ia berjalan masuk ke hutan dengan mengenggam smartphone di tangannya.
Di tengah perjalanan, ternyata smartphone sang pangeran mati karena baterainya habis. Sang pangeran pun lupa membawa power bank. Pangeran yang panik mulai takut melangkah lagi. Tiba-tiba terdengar suara alien.
Bebeb Bip bip bip bip. Sedang apa kamu di sini? Bip bip. Siapa kamu? Bip.”
“Eh, itu, perkenalkan saya pangeran dari suatu kota di negeri ini. Saya ingin mengambil setangkai bunga Dandelion untuk menyadarkan sang putri,” jawab sang pangeran polos.
“Bip bip. Kamu tidak boleh mengambilnya. Bip bip bip. Bunga itu milik saya dan saya juga akan menguasai seluruh isi planet ini,” kata alien sambil tertawa ala Plankton yang ingin menguasai resep rahasia Krabby Patty.
“Hm… Sebelumnya saya ingin bertanya, kenapa kamu ada di planet ini? Mengapa kamu tidak kembali ke rumahmu? Apakah kamu tidak kangen sama rumah dan mamamu?”
Lalu sang pangeran pun bernyanyi dengan merdu dan easy listening.
Mother, how are you today?
Here is a note from your daughter.
With me everything is ok.
Mother, how are you today?

Mother, don't worry, I'm fine.
Promise to see you this summer.
This time there will be no delay.
Mother, how are you today?

Alien yang mendengar suara sang pangeran meneteskan air mata dan memanggil UFO-nya. Alien itu menaiki UFO dan pergi meninggalkan hutan. Sang pangeran merasa sangat lega dan lanjut berjalan menuju tempat ditanamnya bunga Dandelion. Sang pangeran pun akhirnya memetik bunga Dandelion dan membawanya ke istana sang putri.
Di istana, sang pangeran menemui sang putri yang terkujur lemas. Sang pangeran meniupkan bunga Dandelion ke arah hidung sang putri. Sang putri merasakan ada sesuatu yang melewati hidungnya. Lama-kelamaan hidung sang putri terasa gatal dan bersin dengan sangat keras. Akhirnya sang putri mengeluarkan biji semangka yang tersangkut di tenggorokannya. Sang putri pun sadar dan berterima kasih kepada sang pangeran. Tiba-tiba penyihir yang pernah memberikan semangka kepada sang putri datang menaiki sapu lidi dan membawa tongkat sihir. Penyihir itu tetap mengayunkan tongkatnya dan mengucapkan, “Bimsalabim jadi apa prok prok prok!”
Namun sang pangeran langsung menghadang dan merentangkan tangannya untuk melindungi sang putri. Akhirnya sang pangeran yang terkena sihir berubah menjadi seekor berang-berang.
Penyihir yang belum puas, mengayunkan tongkatnya lagi dan mengucapkan, “Vera Verto!”
Sang putri pun berubah menjadi seekor penguin. Setelah itu penyihir tertawa terbahak-bahak lalu pergi.
Sang raja sangat terkejut dengan kejadian itu. Sang putri yang merasa kegerahan dibawa dan dipindahkan oleh sang raja ke sebuah kutub. Sang pangeran yang sudah menjadi seekor berang-berang juga ikut mengantarkan sang putri.
Sesampainya di kutub, berang-berang menggigil dan merasa sangat kedinginan. Akhirnya berang-berang tidak dapat menemani penguin. Penguin dan berang-berang pun berpisah tidak untuk selama-lamanya. TAMAT.


Cerita fantasi ini terinspirasi dari cerita kak @si_wel -> http://si-wel.blogspot.com/2013/12/putri-gula-gula-dan-pangeran-uget-uget.html
 
Thanks for reading!


Sandra :)


Sheila - Part III (Terinspirasi dari lagu-lagu Sheila On 7)



Sebenarnya "Sheila - Part III" ini sudah ada di tahun 2013, tapi baru diposting di blog tahun 2014 ini. Hehehe.
Jadi, inilah ENDING-nya:



Sejenak melepas lelah
Kau tinggalkan diriku
Waktu hujan turun…..
Di sudut gelap mataku, begitu derasnya
Kan kucoba bertahan

Satu tahun kemudian…
Aku melihat titik-titik air menempel pada luar kaca jendela kamarku. Aku masih bingung dengan keadaanku sekarang. Sepi. Sunyi. “Huuuh,” tarik panjang nafasku.
“Sheilaaa!”
“Iya, Ma. Ada apa?” sahutku mendengar ibu memanggil.
“Ikut mama, yuk! Ke TK-nya adikmu!” ajak ibuku yang berjalan menghampiriku.
“Memang mau ngapain, Ma?”
“Mau rapat acara perpisahan TK sama guru-guru dan orang tua murid.”
“Oh… Ayo, Ma!”
***
Ibuku masih berada di dalam ruangan bernama Dandelion. Aku duduk di sebuah ayunan sambil menikmati es krim coklat yang aku beli di tukang es krim keliling. Ibuku yang sudah selesai, keluar ruangan.
“Gimana, Ma, rapatnya? Jadinya perpisahan ke mana?”
“Perpisahannya ke Bogor.”
“Waaah, bisa ketemu sama Rena, dong, Ma, hehehe.”
“Tapi yang boleh ikut perpisahan cuma anak murid dan salah satu orang tua aja, La.”
“Yaaah…”
“Memangnya kamu udah nggak hubungin Rena lagi?”
“Bukannya udah enggak hubungin, Ma. Tapi aku juga suka nggak sempet. Aku sekarang kan udah kuliah, lebih tepatnya kerja sambil kuliah. Kalau ada waktu senggang, aku manfaatin buat ngerjain tugas kuliah atau kerja yang belum selesai. Aku egois, ya, Ma?”
“Kamu bukan egois, La. Itu semua kan memang kewajiban kamu. Rena juga bisa paham keadaan kamu, kok. Memangnya Rena sendiri nggak hubungin kamu?”
“Nggak, Ma, dia sibuk kuliah. Dia ikut organisasi di kampusnya, jadi mungkin dia juga nggak sempet, Ma.”
“Kalau Anggara gimana?”
“Sama kayak Rena, Ma.”
“Nah, kalian semua punya tugas masing-masing. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Perpisahan bukan berarti sebuah akhir. Perpisahan itu saat kita akan memulai hal baru. Kamu juga, perpisahan kamu sama Rena dan Anggara bukan akhir, tapi awal kalian nemuin hal baru. Nemuin cara baru bagaimana persahabatan kalian tetap berjalan baik.”
Aku tersenyum dan berkata, “Iya, Ma. Makasih, ya, Ma…”

Mencoba dewasa
Mencoba berubah
Mohon dampingilah
Jangan tinggalkan
Tak terbayangkan jika kau pergi
Kau alasanku untuk dewasa

***
Kuawali hariku dengan mendo’akanmu agar kau slalu sehat dan bahagia di sana.
Sebelum kau melupakanku lebih jauh, sebelum kau meninggalkanku lebih jauh.
Ku tak pernah berharap kau kan merindukan keberadaanku yang menyedihkan ini.
Ku hanya ingin bilang kau melihatku kapanpun dimanapun hatimu kan berkata seperti ini…..
….pria wanita inilah yang jatuh hati padamu...

Matahari sudah tenggelam. Aku bergegas ke arah tempat parkir. Sebelum menemukan sepeda motorku, handphone-ku bergetar. SMS masuk sepertinya. Aku menghentikan langkahku dan sejenak membaca SMS yang masuk.
Anggara.
Nama itu yang menjadi pengirim SMS ini. Aku langsung berbalik dan keluar tempat parkir, mencari tempat duduk yang biasanya ada di luar gerbang tempat parkir, tempat duduk dekat Pos Satpam. Aku duduk dan membaca SMS dari Anggara dengan pipi yang melebar sedikit, aku tersenyum.
“Assalamu’alaikum, La. Apa kabar? Maaf baru bisa SMS sekarang. Gimana kerjaan lo di sana? Lo udah kuliah kan? Kabar ibu lo gimana? Sehat? Sorry, ya, nanyanya banyak, hehe.”
Aku langsung membalas SMS.
“Wa’alaikumsalam, Ra. Alhamdulillah baik. Gue masih kerja di tempat yang lama. Sekarang gue udah pindah ke bagian Accounting, hehehe. Gue udah kuliah, kok. Mama Alhamdulillah sehat. Hehe, woles aja, Ra!”
Setelah mengetik SMS, aku masuk lagi ke dalam tempat parkir, menaiki motorku dan mengendarainya dengan wajah yang lebih berseri. Aku pun menunggu balasan SMS dari Anggara…..

Seberapa pantaskah kau untukku tunggu?
Cukup indahkah dirimu ‘tuk slalu kunantikan?

***
“Oke. Berarti besok kita ketemu di restoran pancake, ya! See you, Sheila, Rena!”
Aku tersenyum sendirian. “Akhirnya bisa ketemuan sama mereka lagi,” gumamku dalam hati.

Datanglah, sayang…
Dan buat aku tersenyum!

***
“Pesan pancake coklatnya tiga, ya, Mbak!” ucap Anggara pada pelayan.
“Lo pesennya langsung tiga, Ra? Rena kan belum dateng…”
“Nggak apa-apa. Kalau Rena maih lama, lo aja yang makan, La. Hahaha.”
“Hahaha. Tahu aja gue memang suka yang berbau coklat.”
Tiba-tiba ada balita perempuan yang menghampiri kami. Balita ini imut sekali.
“Dek, sini! Jangan ganggu kakak-kakaknya!” ucap bapak dari anak ini.
Aku dan Anggara hanya tertawa kecil.
“Ayo, Dek, ke sini. Pancake-nya udah dateng, nih! Enak, loh!” bujuk ibu dari balita imut ini.
Anak ini langsung ke meja bapak dan ibunya dan menunjuk-nunjuk Pancake yang ada di atas meja. Ibunya menggendong dan meletakkan anaknya itu di pangkuannya, lalu menyuapinya pancake dengan lembut.
“Lucu, ya!” kata Anggara padaku.
“Iya, ya. Enak, ya, kalau udah punya suami,” kataku tanpa sadar. Kata-kata itu terlontar begitu saja.
“Enaknya apa, La?”
“Nggak kesepian, ada yang nemenin, punya keluarga baru, bisa cerita-cerita, bisa makan bareng, banyak deh! Hahaha.”
“Punya istri  juga enak. Dimasakin, ditungguin pulang kerja, diceritain banyak hal, bisa diajak ke tempat makan favorit, dan berada satu shaf di belakang gue.”
Pelayan datang dan membawa tiga piring pancake. Aku memotong pancake dan menikmatinya beserta saus coklat yang manis. Anggara belum memakan pancake­-nya, bahkan ia belum memegang sendok. Entah apa yang sedang Anggara pikirkan.
“La….” panggil Anggara.
“Yaa?”
“Lo mau nggak jadi pendamping gue?”
“Pendamping, Ra? Maksudnya?”
“Iya. Pendamping wisuda gue, La.”
“……….”
Tiba-tiba Rena datang dan duduk di sampingku.

Now listening in Pancake Restaurant - Lihat, Dengar, Rasakan, SO7

***
Beberapa tahun kemudian…
Aku memandangi selembar foto yang terbingkai dan terpajang di meja. “Ini kan Rena yang ambil gambar,” kataku sangat pelan. Di foto itu ada seorang perempuan yang menutupi mukanya dengan boneka beruang bertoga, serta di sampingnya seorang laki-laki yang juga bertoga dengan senyum yang sangat bahagia. Perempuan itu aku. Laki-laki itu………. Anggara.
“Sheilaaa, udah belum beresin kamarnya? Kalau udah, tolong bantuin aku beresin ruang tamu, ya!” teriak seorang laki-laki dari luar kamar.
“Iya, Ra… Tunggu, sedikit lagi selesai,” kataku sambil meletakkan foto yang ku pegang kembali ke tempatnya.
Saat ini aku sedang berbenah di rumah baruku, bersama Anggara, imamku kini.

Berlayarlah denganku
Bertumpulah di pundakku
Bersamaku engkau tak perlu ragu
Semuanya kan baik saja


Saat aku lanjut usia
Saat ragaku terasa tua
Tetaplah kau slalu di sini
Menemani aku bernyanyi
Saat rambutku mulai rontok
Yakinlah ku tetap setia
Memijit pundakmu hingga kau tertidur pulas…..