Selasa, 29 Juli 2014

Jika dan Hanya Jika

Seandainya aku ahli matermatika
Aku tidak akan menuliskannya
Sebab ini hanya rumus
Namun kini kujadikan kamus

Jika dan hanya jika
Jika saja kamu tahu aku menunggumu, dan itu hanya jika
Jika saja kamu tahu aku mengingatmu sekarang bahkan setiap hari, dan itu hanya jika
Jika saja kamu tahu ada manusia yang senang bernyanyi karena kamulah objeknya, dan itu hanya jika

Kepadamu yang aku sulit terka
Kepadamu yang aku coba terka
Kepadamu yang aku usahakan terka
Kepadamu yang aku sungguh-sungguh terka

Bagaimana caraku membuatmu melihatku dari sisi jendela yang berbeda?
Jika saja aku berhasil dan itu hanya jika
Bagaimana caraku memberikanmu sepercik kesejukan yang serupa dengan cuaca malam?
Jika saja aku sanggup dan itu hanya jika

Sebenarnya aku ingin menyebutkan sesuatu
Tentang berbagai hal yang mengenalkanku padamu
Atau sesuatu yang ingin kuperkenalkan padamu
Tapi aku takut kamu letih mendengarku, maka aku bergeming

Kau tahu?
Sebenarnya rasa takut itu terus menyerangku
Memasuki relung jiwa yang rapuh untuk berteriak
Hingga pada akhirnya, aktivitas itu menjadi bagian daripada aku
Aku ketakutan
Aku takut.............jatuh cinta



Jika cinta selalu bisa berlabuh tanpa ombak badai di lautan, dan itu hanya jika
Jika cinta tak lebih sulit memecahkan masalah matematika, dan itu hanya jika
Jika cinta mampu membuat kuat hati yang abadi, dan itu hanya jika
Jika cinta hanya sebuah perasaan yang tak harus memaksa untuk memiliki, dan itu hanya jika

Terima kasih, senja biru, rumus baru, kamusku yang haru
Jika saja kamu mendengar hatiku yang patah saat ini
Dan itu hanya jika





Sumber gambar: http://www.kawankumagz.com/articleFoto/Ketika_Cinta_Bertepuk_Sebelah_Tangan___.jpg

Rabu, 02 Juli 2014

Surat dari Tita untuk Adit

Untuk: Adit

Selamat pagi, matahariku. Akhirnya aku bisa menyapa pagimu, walau hanya lewat surat ini.

Sebenarnya aku bingung akan memulai suratku dari mana, tapi ada sesuatu yang bergejolak dalam diriku yang memaksaku untuk tetap menulis surat ini. Melalui surat ini aku ingin menyatakan sesuatu tentangmu.

Aku Tita, seseorang yang selalu memperhatikanmu, entah dari dekat atau dari jauh. Aku yang selalu tersenyum terpaksa saat bertemu atau berpapasan denganmu. Kamu tahu kenapa aku terpaksa? Tentu karena aku sebenarnya malu. Saat itu juga, dunia seolah berhenti berotasi, waktu terasa menghentikan detaknya, kakiku lemas seketika dan lemah untuk berdiri, kemudian aku bingung harus melakukan apa. Tapi saat kamu membalas senyumku dengan senyuman, aku selalu merasakan kesejukan, lalu matamu terlalu menyilaukan untukku.

Aku sangat bersyukur. Mengenalmu seperti anugerah terindah dalam hidupku. Mungkin kamu hanya ada 1 di dunia. Aku begitu bahagia dan banyak hal lain yang ada padamu yang membuatku bahagia. Walau kamu punya kekurangan, tapi aku paham, bukankah tidak ada manusia yang benar-benar sempurna? Bukankah saling melengkapi itu lebih romantis? Hmmm, bisakah kita?

Dit, aku tahu kebiasaanmu, kamu sering memuji dirimu sendiri. Padahal sebenarnya tanpa memuji pun kamu memang sudah begitu adanya, menawan. Bukan, bukan karena menawan aku jadi menyukaimu. Tapi karena aku menyukaimu, kamu jadi tampak menawan di mataku, sangat.

Dit, aku agak bingung akhir-akhir ini. Apa-apa yang kamu lakukan dan itu tertuju padaku, menjadi bergerak perlahan. Dari bangku sebelah yang kamu duduki, aku menyaksikanmu memberikan pulpen pada aku --yang duduk tepat di sampingmu, dengan gerakan yang tampak melambat. Berjalan perlahan dan akhirnya sampai di tanganku. Apa itu hanya perasaanku saja, ya?

Kamu pasti bingung sekarang. Padahal, sebelumnya aku kan membencimu. Benci dengan sikapmu yang cuek dan menyebalkan. Tapi Tuhan menciptakan banyak kebetulan, sampai pada akhirnya rasa benci itu mengganti dirinya menjadi rasa sayang. Kamu percaya?

Entah petunjuk dari mana, tapi aku yakin suatu saat kamu pasti akan menyatakan sesuatu padaku. Di manapun kamu menyatakan perasaanmu tentangku, entah itu di Paris --dekat Menara Eiffel, atau di bangku taman dekat rumahku, aku tetap bahagia. Kamu membawa mawar putih atau hanya sekadar datang dengan tangan kosong, aku tetap bersyukur. Dan apa pun perasaan yang kamu nyatakan kelak, baik atau buruk, aku akan tetap tersenyum, dengan atau tanpa air mata.

Terima kasih sudah membaca suratku.


Adit, aku sayang kamu, sayang.





Tita


***


(Surat ini diikutsertakan untuk tantangan #SuratCintaEiffel Adit-Tita @bentangpustaka)

Selasa, 01 Juli 2014

Pertanyaan Besar

Hai, Bintang!
Ke mana saja dirimu?
Kamu benar-benar bintang, ya?
Bisa tampil di hadapanku di tenangnya malam
Namun juga menghilang kala siang menjelang
Kamu, datang dan hilang, lagi dan lagi

Aku selalu punya pertanyaan besar, Bintang
Sebenarnya mana yang benar?
Kamu terlalu lelah menantiku lalu bersama yang lain,
atau aku yang sangat terlambat menyayangimu?

Aku sudah berusaha
Entah berusaha membuat jarak pada kita
Atau berusaha menguapkan rasa sayangku yang berdosa ini ke awan-awan
Hingga tak ada lagi kita
Dalam cerita indah, dalam cerita manis
Sama seperti cerita kita yang telah kau tulis dan kau bakar habis
Bahkan aku belum sempat tahu apa ending-nya
Kamu sudah memusnahkan itu
Baiklah, itu hakmu, Bintang

Perempuan yang kamu panggil bulan ini benar-benar bingung
Kamu selalu bilang bahwa esok akan berbeda
Tapi aku selalu menerka kamu bohong
Dia yang ada di sampingmu juga perempuan, dia juga punya hati
Aku tidak akan sampai hati menyakitinya

Namun, apa maksud dari semua khayalanmu?
Apa maksud dari segala cerita dan fiksi yang kau nyatakan?
Apa maksudmu, Bintang? Apa?
Jelaskan padaku! Aku mohon!

Semoga kalimatku ini tidak memberi efek apa-apa untukmu
Jangan balik menelponku
Sebab aku hanya ingin menyampaikan pesan
Sebab aku tak berhak atasmu
Tetap dia yang membahagiakanmu
Berbahagialah walau bukan aku alasanmu bahagia
Aku tahu diri aku siapa

Tunggu!
Tunggu dulu!
Aku ingin bertanya lagi
Kamu terlalu lelah menantiku lalu bersama yang lain,
atau aku yang sangat terlambat menyayangimu?
Apa jawabannya?

Mungkin hanya Tuhan yang tahu