Rabu, 09 April 2014

Bahagia (Semu)

*Deg* Perasaan itu lagi. Jantung serasa mau copot. Gue melihat dia lagi setelah gue dan dia udah pisah cukup lama. Gue rasa cukup. Gue nggak mau lagi ngerasain ketakutan. Gue nggak mau lagi merasa nggak tenang. Cukup.
Dia melihat ke arah gue. Tapi cuma sekadar melihat. Nggak menyapa, nggak menegur, atau mungkin nggak kenal. Tubuh gue lemas seketika. Gue merasa otot-otot kaki gue copot. Gue susah berdiri setegak-tegaknya. Gue bingung apa yang harus gue lakuin. Gue malah ambil handphone dan berusaha nelpon temen gue. Ceroboh! Ini tempat parkir di mall, mana ada sinyal! Argh! Gue mau teriak, tapi nggak mungkin. Waktu terus berjalan sampai akhirnya dia lewat. Dia mengendarai motor dan mengizinkan seorang cewek duduk di belakangnya. Itu pacar-nya.
Beberapa tahun yang lalu...
Gue dan dia duduk di pinggir danau yang airnya tenang. Gue memandangi air tanpa bicara. Gue nggak menghitung berapa lama gue nggak bicara sedari tadi. Gue canggung, atau mungkin lebih tepatnya gue ketakutan. Gue menolak untuk makan dan minum, nafsu makan gue hilang. Pertanyaan menyeruak di otak gue: Kenapa gue ada di sini? Nggak takut pacar dia marah?
Dia pernah menelpon malam-malam hanya untuk sekadar mengobrol. Apa saja dibicarakan. Random. Gue sebenernya nggak mau angkat telponnya, tapi dia selalu punya cara supaya gue mau angkat telpon. Dia pun berhasil, dan cerita dia cukup menarik untuk diikuti. Ceritanya atau suaranya yang menarik?
Bunga mawar kertas. Dia suka menggambar bunga mawar. Gue sampai mengoleksi kertas-kertas itu. Nggak banyak, sih, tapi cukup untuk mengenal apa itu bunga mawar. Bukankah bunga mawar itu diberikan untuk orang yang disayangi?
Di sekolah, gue nggak ngerti siapa yang buat jadwal moving class?! Kelas gue dan dia sering berdekatan, membuat gue pun sering bertemu dia. Senyum-senyuman, sapa-sapaan, atau pura-pura melengos nggak tahu. Anehnya gue selalu aja deg-deg-an. Gue selalu gemeteran. Gue senyum-senyum sendiri. Kalau nggak ada, nyariin. Kalau ada, berusaha kabur. Dia juga kadang duduk di depan ruangan di lantai 2 cuma buat perhatiin gue olahraga di lapangan. Seandainya dia tahu kalau gue salting...
Dia yang bantuin gue waktu gue melakukan hal yang salah atau lebih tepat disebut teledor. Gue mematahkan kunci ruang sekretariat salah satu organisasi. Dia yang betulin sampai ngeganti kuncinya. Dia pahlawan atau hanya sekadar kawan?
Dia selalu perhatian dengan caranya. Punya kejutan-kejutan yang gue kira cuma ada di novel-novel fiksi. Boneka kura-kura, bunga mawar, langit malam, basket, petikan gitar, senyum dari bulan, kue ulang tahun, lilin-lilin...................
Gue bahagia.
Tapi kebahagiaan gue cuma kebahagiaan yang semu. Kebahagiaan yang nggak tersentuh. Kebahagiaan yang cuma gue rasain (sendirian). Gue nggak bisa bahagia seutuhnya. Kebahagiaan tanpa ketenangan. Apa itu bisa disebut bahagia?
Dia sudah bersama yang lain. Apa arti dari ‘perhatian’ jika tidak ada ‘hati’ di dalamnya? Hanya jadi ‘peran’?
Berbahagialah, walau bukan gue yang jadi alasan lo bahagia.

4 komentar :